TEROR KALI KEDUA
By Berbagi Ilmu - Mei 12, 2018
“Kau percaya, apa yang mereka
katakan”
“Mereka mengatakan bahwa abang
adalah teroris”
“Bagaimana menurutmu?”
Demikianlah perbincangan dan
pertemuan pertama antara Supardi, Joko dan Anwar. Ketiganya adalah kakak
beradik. Sejak tertangkapnya Supardi, dua bulan yang lalu, hanya kali ini mereka
menjenguk orang yang dipanggilnya abang tersebut.
Supardi ditangkap karena tuduhan
pemilikan senjata tajam rakitan, dan puluhan bahan peledak. Selain itu ia juga dicap
sebagai tersangka teroris yang menyebabkan keresahan di kampungnya.
Awal keterlibatan Supardi dengan
gerakan tersebut ketika ia bersama adiknya Joko mengikuti sebuah kajian
keagamaan. Kajian tersebut melibatkan
banyak pemuda dan warga sekitar. Tidak ada yang curiga dengan kegiatan
tersebut. Sampai pada akhirnya sebuah kantor polisi meledak. Di duga keras hal
tersebut diakibatkan oleh orang-orang dalam kajian itu.
Supardi sehari-hari bekerja sebagai
buruh bangunan. Hasil yang didapatkannya sehari cukup menghidupi ia dengan istrinya.
Sang istri, dulunya bekerja berjualan di samping rumah ibunda Supardi. Namun,
setelah hamil dan melahirkan usaha tersebut ia hentikan, ia fokus untuk
mengurus suami dan anak mereka.
Tertangkapnya Supardi tidak
diketahui oleh istrinya, ia meminta petugas untuk merahasiakan hal ini, sampai
semua keadaan dan kondisi istrinya pasca melahirkan membaik. Hanya kedua
adiknya yang mengetahui peristiwa tersebut.
Beberapa kali Supardi menjelaskan
mengenai senjata dan bahan peledak tersebut. Ia mengatakan semua itu adalah
milik Susanto.
Susanto sendiri adalah pimpinan
jamaah dan kajian keagamaan tersebut. Susanto dikenal sebagai perantau dari
provinsi sebelah. Ia bersama-sama dengan rekan-rekannya mengadakan berbagai
kajian, berpindah dari satu desa ke desa lain, dari satu provinsi ke provinsi
lain.
Malam itu ketika selesai acara
kajian Susanto menghampiri Supardi.
“Supardi, aku mau titip sesuatu di
rumahmu”
“Tapi rumah saya sempit ustadz,
tidak muat untuk menyimpan banyak barang”
“Barang ini tidak memerlukan banyak
tempat, hanya perlengkapan memasak, cukup malam ini saja, besok akan kami bawa,
ke kampung sebelah”
“Tapi, ustadz”
Singkat cerita malam itu juga
Susanto membawa sebuah kotak kayu. Kotak itu dibawa menggunakan gerobak. Setelah
menyimpan di gudang rumah. Susanto pamit undur diri. Kini kotak itu sudah
berada di rumah Supardi dengan keadaan terkunci rapat.
“Mas ini kotak apa?” tanya istri
Supardi.
“Bukan apa-apa, itu perlengkapan
Ustadz Susanto, besok akan dibawa nya ke kampung sebelah”
“Oh begitu, ya wes mas”
Besok harinya, sekitar pukul 10 pagi
terdengar sebuah ledakan di pos polisi tidak jauh dari rumah Supardi. Tak ayal
suara ledakan tersebut membuat semua warga kampung geger. Belum pernah
sebelumnya terjadi ledakan seperti itu di kampung nan tenang tersebut.
Polisi dan Densus 88 anti teror pun
melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara, beruntung tidak ada korban
dalam peristiwa nahas tersebut. Polisi yang biasanya berjaga di pos, pada saat
itu sedang makan gorengan di kios mbok Izah.
Polisi pun melakukan berbagai
pemeriksaan. Tim Densus 88 dengan bantuan anjing pelacak menemukan sisa-sisa
bubuk mesiu, dan beberapa bahan peledak lainnya ditempat kejadian. Kesimpulan
sementara itu semua adalah ulah teroris.
Warga juga melaporkan memang ada
beberapa masyarkat yang setiap malam melakukan kajian, dan isi kajian tersebut
berkenaan dengan syahid, jihad dan mujahid. Semua peserta kajian baik yang
terlibat secara langsung atau hanya ikut-ikutan didata, dan dilakukan pemeriksaan,
tak terkecuali Supardi.
Satu nama yang tidak asing bagi
kalangan di wilayah tersebut adalah Susanto. Sejak peristiwa ledakan itu , ia
hilang tanpa jejak. Hilangnya Susanto membuat Supardi panas dingin, karena ia
ingat bahwa sebelum malam kejadian, ia dititipi barang oleh Susanto.
Pada saat itu pula Supardi, meminta
bantuan adiknya Si Anwar untuk membawa Lastri dan Ibunya keluar dari kampung,
menginap di tempat kerabat Supardi di kampung sebelah. Tanpa menunggu lama Anwar
pun segera menuju rumah Supardi dan
rumah ibunya, mereka pun pergi ke kampung sebelah dengan bertubi-tubi
pertanyaan yang keluar dari istri Supardi.
“Mana mas Supardi? Mengapa ia tak
ikut kita”
“Apa, yang sebenarnya terjadi?”
Anwar
hanya sesekali menjawab pertanyaan iparnya itu. Sedangkan sang ibu lebih
memilih menenangkan cucunya yang menangis terus-terusan.
----
Betapa
terkejutnya Supardi melihat tumpukan senjata dan bahan peledak yang terdapat
dalam peti kayu itu. Ia sama sekali tak menduga dan hampir pingsan dengan yang
dilihatnya saat itu.
“Ini
bukan punya saya Pak Polisi, ini milik Susanto”
“Kemaren
malam ia menitipkan ini semua, saya berani sumpah Pa Polisi”
“Silahkan
Bapak Supardi menjelaskan ini semua nanti di kantor”
“Tapi pa”
“Sekarang
Bapak ikut kami ke kantor”
---
Sudah hampir dua bulan sejak
peristiwa tersebut. Supardi tetap bertahan di dalam kantor itu, sampai polisi
menemukan Susanto. Kini baru pertama kali juga Anwar dan Joko menjenguk abangnya tersebut. Menurut kabar yang diterima oleh kedua adiknya, Lastri dan Ibunya
dalam keadaan sehat, namun mereka tidak bisa terus-terusan seperti ini.
Sudah beribu-ribu alasan yang
disampaikan oleh Joko dan Anwar untuk meyakinkan kedua perempuan tersebut bahwa
Supardi dalam keadaan sehat, namun tetap tidak membuahkan hasil. Bahkan mereka
berencana untuk ke kantor polisi melaporkan perihal kehilangan pria yang
sama-sama mereka cintai.
---
Sebulan setelah
kunjungan Joko dan Anwar. Terdengar kabar bahwa Susanto tewas dalam baku tembak
dengan pihak bersenjata. Tewasnya Susanto membuat polisi melepaskan Supardi.
Keluarnya
Supardi memberikan masalah baru bagi dirinya. Kini warga kampung menganggap ia
sebagai seorang teroris. Stigma ini membuat ia tidak dapat bekerja dengan
tenang.
Di warung
kopi yang biasa ia singgahi waktu melepas lelah saat bekerja kini nampak enggan
menerima kehadirannya. Begitu juga tanggapan tetangga dan warga kampung.
Beban
sosial ini membuat Susanto, Istri serta Ibunya harus membuat keputusan untuk
meninggalkan kampung yang selama ini menjadi tempat penghidupan mereka. Ia memutuskan
pergi dan merajut kehidupan baru. Sampai pada suatu ketika. Joko mengunjunginya.
“Bang,
ada yang cari?”
“Siapa?”
“Perempuan
bang!”
Susanto nampak
terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Joko. Ia merasa tidak punya kenalan
ataupun kerabat. Jika pun ada mereka pasti akan mengunjunginya langsung tanpa
perantara pesan.
“Ada
perlu apa” sambung Santoso
“Istrinya
Susanto bang” Joko mengatakan sambil setengah berbisik.
“Apa ini
teror lagi?”
“Teror
kali kedua, bang”
0 komentar